Senin, 31 Agustus 2009

Generasi Bunga, Mau Kemana Loe?

Beberapa kali aku terlibat obrolan dengan temen-temen sepantaran (seangkatan) dikampungku yang membahas anak muda generasi dibawah kami. Kami sering terheran-heran, dengan penampilan fisik mereka. Kalau dirata-rata tinggi badan kami, generasi 70’an (yang lahir antara tahun 70-80) dan generasi sebelum-sebelumnya, jauh dibawah mereka yang lahir di tahun 80’an dan 90’an. Rata-rata badan mereka tinggi, gemuk, bongsor. Tak terkecuali mereka yang saudara sekandung. Si Kentrek misalnya, lahir 1979, tingginya 162, dibanding adik kandungnya, Pakit, tingginya 175 cm. Masih banyak lagi kasus serupa. Kebetulan dikeluargaku, tiga bersaudara, semuanya lahir di tahun 70’an, dan semua pendek. Ha..ha.. Tak perlulah data untuk mengamini obrolan kami, tak perlulah data hasil penelitian untuk membuktikan ini, kalaupun ada –dan aku yakin ada-, tak perlulah diperdebatkan, mari kita yakini saja (hallah! Emangnya agama).

Diantara tetanggaku ada yang berpendapat bahwa hal ini lebih disebabkan karena faktor gizi, olah raga yang mulai marak pada tahun-tahun itu, dan ada juga yang berfikir adanya aura mistis pada tahun-tahun itu. Yah, sekali lagi semua obrolan disampaikan tanpa data-data penunjang yang memadai, dan bahasa yang sederhana, pendapat dan pikiran aneh-anehpun berseliweran, yang tidak berfikir pun jauh lebih banyak. Ha....

Kelebihan generasi 80’an juga pada sisi kuantitas, jumlah mereka sangat banyak. Yup, mereka secara kualitas fisik mapun kuantitas mengalahkan generasi sebelumnya. Saat ini tak sulit mengumpulkan anak-anak usia 20’an. Jumlah mereka banyak sekali. Ini menguntungkan buat kami generasi 70’an, punya adik banyak, lumayan lah, bisa maen asal suruh kalau terlibat dalam kegiatan-kegiatan kampung.

Setelah beberapa kali terlibat obrolan seperti itu, aku seringkali berfikir sendiri. Membaca artikel yang berkaitan dengan ini pun tak jarang kulakukan, sambil lalu memang. Yup, kondisi pada tahun 1980’an ini kemudian dianggap sebagai baby boomer, dan mereka yang lahir pada tahun-tahun ini di sebut ‘generasi bunga’. (kok bunga?)

Seringkali aku justru mengkait-kaitkan hal-hal lain dengan kondisi baby boomer ini. Dan dalam tulisan ini aku sedang tertarik mengaitkan generasi bunga ini dengan dunia usaha, terkhusus pada kaum pekerja (dalam sisi yang berbeda adalah ‘penganguran). Sekarang sudah menjelang akhir tahun 2009. Tahun di mana para generasi bunga sudah memasuki usia 20’an. Dalam dunia usaha, usia ini adalah usia produktif, mulai mempunyai kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan dalam menggairahkan dunia usaha. Jelas, ini merupakan peluang bagi para pemilik usaha untuk mendapatkan tenaga kerja potensial, tenaga kerja yang penuh gairah, fresh, ambisius, jujur, berani, tanpa beban, dan tentunya penuh dengan ide-ide kreatif. Tenaga kerja dengan karakter seperti ini sangat dibutuhkan para pemilik usaha.

Sinergi dan harmoni sewajarnya akan terjadi, tapi sepertinya tidak, mengapa? Kondisi perekonomian kita saat ini tidaklah mampu mengakomodir supply tenaga kerja yang luar biasa ini. Saat ini permintaan akan tenaga kerja masih sangat minim. Minimnya jumlah perusahaan (baca juga pengusaha) adalah kondisi yang sangat tidak menguntungkan bagi generasi bunga. Wajar saja, jumlah pengusaha di Indonesia saat ini hanya sekitar 400.000 orang saja. Itu artinya baru 0,18% dari total jumlah penduduk Indonesia. kompas hari ini, 31 Agustus 2009). Padahal beberapa penelitian menunjukkan bahwa idealnya sebuah negara mempunyai 2% pengusaha, atau sekitar 4 juta orang pengusaha!
Wow?! Kasihan sekali kita.. dan makin miskinlah kita nantinya, karena akan semakin banyak pengangguran. Berharap dari pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja? Atau memperbanyak PNS? Polisi? TNI? Jangan harap deh... apalagi teriak-teriak nyalahin pemerintah. Lagipula negara kita (baca pemerintah), Indonesia, untuk bayar hutang saja masih empot-empotan.

Sesuai hukum ekonomi, ketika supply lebih banyak dari permintaan, maka yang terjadi adalah makin banyak barang yang tidak laku, ketika dijual dengan diskon, ternyata tak banyak yang terbeli. Dicoba lagi dengan banting harga, tetap saja banyak yang tersisa. Trus gimana? Ya diobral saja, yang penting BEP. Eit, belum berhenti disini, jangan salah, di obralpun belum jaminan barang habis diserbu pembeli man, masih saja ada sisa, hadow...
Kalau sudah gini, no coment deh...

Bagi generasi sebelumnya, meledaknya usia pekerja generasi bunga memang menguntungkan, tetapi bagi sesama generasi bunga, kondisi ini memaksa mereka untuk memasuki persaingan yang sangat keras nan luar biasa. Maka, tetaplah berleha menikmati segala fasilitas yang memanjakan diri kalau ingin ketinggalan kereta. Bagi yang terlahir dari keluarga kaya (monggo.. silahkan disyukuri).

Seandainya aku punya adik yang belum bekerja, aku ingin berpesan kepadanya:
1) Dik, abai’in aja harapan orang tua kita agar kita jadi pegawai kelurahan, pegawai kecamatan, pemda, guru, polisi, atau tentara. Tapi kalau kamu memilih itu, bagus juga seh, asal pilihan itu berdasar idealisme, dan kemantapan semangat mengabdi. Tak dukung 100%.
2) Ukur kemampuanmu, dan bandingkan dengan teman-teman di sekitarmu, jangan pernah mau kalah dalam hal kompetensi. Berusaha menjadi yang terbaik, menjadi yang nomer satu, dalam setiap komunitas. Ingat, saat kita menjadi nomer dua dalam komunitas kita, saat itulah segera berfikir bahwa, bisa jadi dari sekian banyak temen2 kita, hanya satu yang diterima kerja, dan sungguh sayang jika itu bukan kita, karena kita nomer dua, bukan nomer satu.
3) Dik, ada lowongan pekerjaan baru tuh..., sssttt! Rahasia! jangan bilang-bilang ketemen-temenmu. Saat ini sedang dibutuhkan setidaknya 3.600.000 orang sebagai pengusaha! Buruan daftar gih.... sekali lagi, rahasia!